22 Mei 2010

Sahabat Stroke

Tanggal 16 Mei 2010, jam 02.00 pagi, ibu saya tertidur dengan mendengkur, kelihatan seperti orang yang kelelahan, disusul dengan batuk-batuk dan muntah-muntah. Ayah saya yang mengetahui hal tersebut, merawat dan membantu menenangkan ibu. Setelah selesai muntah-muntah, ternyata kaki dan tangan kiri ibu tidak bisa digerakkan, seperti lumpuh. Bapak menghubungi saya, agar pulang karena keadaan ibu sedang tidak baik. Saya yang baru saja pulang seminggu sebelumnya, segera pulang melihat keadaan ibu.

Kesimpulan kami, ibu mengalami stroke. Ibu hanya berbaring di tempat tidur, tidak mau dibawa ke dokter, hanya mau pergi ke tempat sin shie langganan ibu untuk tusuk jarum. Ibu belum membuka mata dan masih sulit berkomunikasi, seperti orang yang cedal. Kami sekeluarga panik, inggin segera membawa ke rumah sakit.

Pagi hari, ibu kami bawa ke tempat sin shie langganannya, namanya pak Budhi. Ibu diperiksa, ditusuk jarum dan diberi obat herbal. Kata sin shie Budhi, ibu tidak parah, tidak ada pembuluh darah otak yang pecah. Kelihatannya ibu kelelahan. Memang benar, ibu kelelahan karena baru saja ikut kondangan di dua tempat yang cukup terpencil sehingga harus berjalan kaki. Selain itu, ibu diberi obat Cina yang bernama Ang Pung (tidak tahu tulisannya, hanya bunyinya ang pung), yang cukup mahal. Obat itu dibungkus dengan kertas grenjeng, ditutup plastik dan dilapisi dengan plastik lagi seperti bola pingpong, kemudian dilapisi dengan lilin bulat sehingga kedap dan tidak kena panas. Setela itu, ditutup plastik lagi dan dibungkus dengan wadah seperti tempat cincin kawin.

Setelah ditusuk jarum dan diberi obat itu, ibu tetap belum segar, masih sulit berkomunikasi dan malah sering berbicara tentang hal-hal yang ada di pikirannya secara acak. Malam sesudahnya, ibu panas dan membuat bapak kembali khawatir. Ternyata, itu reaksi obat angpung. Tiap hari ibu masih tidur di ranjang, makan disuapin, minum obat herbal, dan tiap hari dikontrol tekanan darahnya. Seluruh keluarga kemudian mulai sering datang menemani ibu.

Kakak tiap sore datang, menengok ibu, adik selalu menemani dan mengajak makan bersama. Aku sendiri ijin dari tempat kerja untuk selalu menemani ibu.Berangsur ibu bisa diajak komunikasi. Ibu juga sudah mau membuka mata dan melihat situasi di rumah. Selain itu, ibu juga sudah kelihatan tahu harus berbuat sesuatu agar sakitnya bisa lekas sembuh. Ada harapan. Kami di rumah masih agak khawatir karena tidak tahu rekam medis tentang sakitnya ibu, hanya tahu bahwa ibu sakit, kemudian mulai sembuh dan sekarang sedang belajar untuk menggerakkan tangan dan kaki.

Rekam medis yang kami tahu, ibu memang punya darah tinggi. Tekanan darah ibu tiap hari kami pantau, dan mengalami penurunan. Di sini, ada banyak nasehat tentang hal yang harus dilakukan, makanan yang bisa dimakan dan obat yang seharusnya dibeli, juga tentang terapi yang bisa dilakukan. Semua diberikan oleh orang di sekitar kami.

Sekarang, tiap hari ibu makan makanan yang direbus, mengurangi garam, minum jus belimbing dan jus timun. Ibu belum sembuh benar, tetapi mulai lebih segar. 4 hari sesudahnya, ibu kembali berobat ke sin shie Budhi dan mendapati bahwa lebih segar. Jarum yang ditusukkan makin banyak. Obat yang diberikan, ditambah satu lagi, untuk diminum sebelum tidur. Hati ibu memang lebih percaya pada sin shie ini sehingga ikut memberi kekuatan. Selain itu, kebersamaan kami sekeluarga ikut memberi suasana dan kekuatan ibu untuk mau sembuh. Sekarang ibu ada dalam tahap fisiotherapi sendiri. Belajar bergerak kembali secara sederhana.

Pengalaman ini membuatku berpikir bahwa banyak orang yang punya pengalaman berhadapan dengan stroke, entah mengalami sendiri, entah saudara, teman, atau pasien. Penanganan tentu berbeda sesuai kondisi, tetapi kekuatan berbagi ini yang ingin kukembangkan, mulai dari hal yang mungkin banyak dihadapi oleh keluarga di Indonesia, Stroke.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogroll

Site Info

Text

Sahabat Stroke Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template